BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan
dan guru adalah dua komponen yang tak bisa dipisahkan, karena guru memiliki
peranan penting dalam proses pendidikan, jika tanpa guru maka pendidikan
tersebut tidak akan berjalan, karena pendidikan adalah; “Usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.”[1]
Namun disini peranan guru tidak hanya sebagai pengajaran, tetapi arti dari
pendidik itu memiliki cangkupan yang sangat luas, seperti guru adalah sebagai
organisator, supervisior, evaluator, konselor dan sebagainya.
Dengan
mengetahui peranan pentingnya guru diatas maka seseorang yang bekerja sebagai
guru tau perofesi sebagai guru haruslah memiliki standar. Karna seorang
guru/pengajar adalah “seseorang yang memberikan pengetahuan kepada orang lain
dengan mempergunakan model, strategi, pendekatan, dan metode berbasis pedagogik
dan andragogik.”[2]
Untuk itu propesi atau pekerjaan sebagai seorang guru tidak bisa asal-asalan
saja. Didalam Islam profesi sebagai guru merupakan pekerjaan amat mulia dan
juga merupakan dari ibadah, maka aplikasi dan implementasi dari bekerja perlu
diikat dan dilandasi oleh akhlak/etika. Untuk itu guru harus berjalan
berdasarkan ajaran-ajaran syariat Islam.
Seiring
dengan perkembangan zaman yang bergerak dengan dinamis beriringan juga dengan
perkembangan teknologi yang semakin canggih, secara tidak langsung telah
mempengaruhi atau berdampak terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan agama
Islam. Kejadiannya sekarang banyak didapati guru bekerja hanya dengan
mementingkan kepentingan pribadi saja, dengan mengenyampingkan hakikat
pekerjaannya sebagai seorang yang bekerja sebagai pendidik, dan juga didapati
bahkan guru tidak menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya, hal ini
tentu akan sangat berpengaruh dan berdampak negatif terhadap peserta didik, bagaikan
kata pepatah Guru kencing berdiri, Murid
kencing berlari. Hal ini tentu menjadi penomena yang riskan. Dengan melihat
penomena ini maka tentu orang-orang yang bekerja sebagai seorang guru harus
memahami bagaimana hakikatnya bekerja sebagai guru yang merupakan pendidik dan
teladan dalam segala asfek kehidupan bagi murid-muridnya dan masyarakat.
Allah
SWT berfirman didalam surat Al-Qur’an surat al-azhab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ
رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ... (الأحزاب: ٢١)
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
tauladan yang baik…[3]
(QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Didalam ayat ini dijelaskan bahwa Rsulullah SAW itu adalah contoh
teladan yang biak yakni dari semua asfek kehidupan, maka seorang guru yang
merupakan orang yeng mengajar, menuntun dan orang yang diikuti oleh muridnya
maka seorang guru harus menjadi teladan bagi peserta didik yang mengikuitnya
sepernti halnya nabi SAW menjadi teladan bagi Ummat-Nya.
Didalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 105 Allah SWT Berfirman:
وَقُلِ
عْمَلُوْا فَسَيَرَ اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
وَسَتُرَدُّوْنَ اِلَى عَلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. (التّوبة: ١٠٥)
Artinya: “Dan katakanlah: Bekerja kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang Mu’min akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lau diberikan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”[4](QS.
At-Taubah [9]: 105)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa Allah SWT menyeru kepada
Muhammad SAW untuk mengatakan kepada ummat-Nya untuk bekerja karena bekerja
adalah sumber kebahagian, dan ditegaskan agar bekerja seusai dengan tuntunan
Syariat karena nanti pekerjan itu akan diperlihatkan/diberi balasan oleh Allah
SWT.[5]
Denga memahami ayat diatas maka sebagai orang yang bekerja sebagai guru
dibebaskan dalam berinovasi dalam mengajar namun juga harus berdasarkan
tuntunan ajaran agama Islam.
Oleh sebab itu maka perlu bagi guru agar bekerja sesuai dengan
hakikatnya sebagai seorang guru, seorang guru bisa mengemban amanah sebagai
pendidik dengan baik, apabila ia mengerti akan berbagai teori yang menyangkut
dirinya yang bekerja seagai seorang pendidik. Dalam kaitannya dalam masalah ini
akan dibahas dalam Karya Ilmiah ini berbagai asumsi yang diambil dari sumber
utama agama Islam yakni Al-Qura’an.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
denga yang melatar belakangi masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah
sebagi berikut:
1.
Apa
pengertian Profesi Guru?
2.
Apa
Hakikat Profesi/Pekerjaan Guru dalam Perspektif Islam?
3.
Apa
Sipat dan Kompetensi yang harus dimiliki Guru dalam Perseptif Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah: untuk
meluruskan asumsi masyarakat mengenai profesi guru, dan menjelaskan Bagaimana
Hakikat Propesi guru dalam persfektif Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Profesi Guru
Propesi adalah” Pekerjaan (tetap); pencaharian; pekerjaan yang
merupakan sumber penghidupan”[6] Menurut
Webstar yang dikutip oleh Kunandar, propesi juga diartikan sebagai suatu
jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan
khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi profesi
adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntun keahlian tertentu. Artinya
suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh
sembarang orang, tetapi memerluan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan
secara khusus.[7]
Sedangkan guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajr, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik”.[8]
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa porfesi
guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran,
dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian/pekerjaan dalam
memenuhi kebuthan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru
sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam
pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secarara
efektif dan efesien serta berhasil guna.
B.
Hakikat Profesi Guru Dalam Persfektif Al-Qur’an
Mengenai asumsi masyarakat tetang hakikat pekerjaan propesi guru
yang hanya memadang guru hanya sebagai pengajar saja namun demikian guru tidak
hanya dibatasi sebagai pengajar saja, untuk itu maka perlu kita pahami bagaimana
hakikat seorang yang bekerja sebagai guru dalam perspektif Al-Qur’an, adapun
hakikat seorang guru adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai Pengajar
Allah SWT Berfirman didalam Al-Quran Surat Ar-Rahman ayat 1-4:
الرَّحْمنْ. عَلَّمَ الْقُرْأَنَ. خَلَقَ
الإِنْسَانَ. عَلَمَهُ الْبَيَانْ. (الرّحمن:
١-٤)
Artinya: “(Allah) yang maha pengasih, yang telah mengajarkan
Al-Qur’an, dialah yang menciptakan manusia, mengaarnya eksperesi.” [9](QS.
Ar-Rahmaan [55]: 1-4)
Allah ar-Rahman yang mengajarkan Al-Quran itu Dialah yang
menciptakan manusia makhluk yang paling membutuhkan tuntunan-Nya, sekaligus
yang berpotensi memanfaatkan tuntunan itu dan mengajarnya ekspresi yakni
kemampuan menjelaskan apa yang ada dalam benaknya, dengan cara bercakap dengan
baik dan benar. Kata ((علّمَ‘allama/mengajar tidak selalu dalam bentuk mendiktekan suatu kata juga ide, tetapi
dapat juga dalam arti mengasah potensi yang dimiliki peserta didik sehingga
pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan.[10]
Dari penjelasan ayat diatas maka dapat dianalogikan bahwa guru itu adalah
sebagai seorang pengajar yang mentransferkan ilmu dan mengarahkan peserta didik
untuk mengasah kemampuannya. Hal ini dipahami dengan awal mulanya Allah SWT
mengajarkan Nabi Adam AS akan segala nama sesuatu benda.
2.
Sebagai Pembimbing/Penyuluh
Didalam surat An-nahl ayat 43 Allah SWT berfirman:
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
إِلَّارِجَالًانُّوْحِيْ~ اِلَيْهِمْ. (النّحل: ٤٣)
Artinya: “Dan Kami tidak akan mengutus sebelum kamu, kecuali
orang-orang lelaki yang kami beri Wahyu kepada mereka maka bertanyalah kepada
orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.”[11](QS.
An-Nahl [16]: 43)
Didalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT telah mengutus seorang
laki-laki pilihan yakni para Rasulullah yang telah diberikan wahyu yakni
melalui malikat Allah seperti Jibril.[12]
Dari penjabaran ayat diatas dapat dismpulakan bahwa Rasullullah
diutus oleh Allah SWT sebagai pembimbing atau sebagai penyeru Amar Ma’ruf
Nahi Munkar kepada ummat manusia agar mereka tidak tersesat. Dengan
demikian kesimpulannya dengan hakikat pekerjaan guru adalah guru haruslah
membimbing/menyuluh murid-muridnya dalam kegiatan pembelajaran, agar peserta
didik bisa memperoleh imu pengetahuan
dan mampu mengembangkan potensi dirinya.
3.
Mengamalkan
Selanjutnya didalam ayat 44 surat An-Nahal Allah SWT berfirman:
بِالْبَيِّنَتِ
وَالزُّبُرِ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَلِتَبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ
اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ. ((النّحل: ٤٤)
Artinya: “dengan membawa keterangan-keterangan dan kitab-kitab
dan Kami turunkan kepada mu adz-Zikr (Al-Quran) agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.[13](QS.
(QS. An-Nahl [16]: 44)
Penejelasan dari ayat diatas adalah bahwa Artinya Kami (Allah) utus
mereka dengan membawa hujah-hujah yang jelas yakni kitab-kitab suci dan juga
menurunkan Al-Quran, agar para Rasul menerangkan kepada ummat manusia dan
supaya meraka memikirkan tentang hal tersebut, kemudian mereka mengambil
pelajaran dan mengamalkannya.[14]
dari penjelasan ayat diatas dapat dipahami bahwa seorang yang
bekerja sebagai guru hendaklah menyampaikan/mentransfer semua ilmu yang didapati
dan mengamalkannya. Seperti kata pepatah “Ilmi yang tidak diamalkan bagaikan
pohon yang tidak berbuah”, dengan memahami pilosofi pepatah ini maka guru
hendaklah mengamalkan/memberikan semua ilmu yang ia miliki.
4.
Sebagai Penjaga
Maksud dari penjaga disini adalah seperi didalan Al-Qura’an Surat
At-Tahrim ayat 6 berikut ini:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا قُوْآ اَنْفُسَكُمْ
وَاَهْلِكُمْ نَارً... (التّحريم: ٥)
Artinya: “Hai orang-orang yang berfirman, peliharalah diri
kalian dan keluarga kalian daria api neraka”[15]…
(QS. At-Tahrim [66]: 6)
Didalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT menyeru kepada orang
orang yang beriman agar menjaga diri mereka, keluarga mereka dan lingkungannya
dari azab api neraka, yakni menghindari perbutan-perbuatan tercela yakni
perbutan yang dilarang oleh Allah SWT.
Dari penjabaran ini dapat dipahami bahwa seseorang yang bekerja
sebagai guru hendaklah menjaga diri yakni dngan menjadi contoh teladan bagi
peserta didik agar guru menularkanya kepada peserta didik.
5.
Sebagai Penuntun dan Pemberi Pengarahan
Didalam surat Al-Kahfi ayat 66-70 berikut ini diceritkan mengenai
pertemuan Nabi Musa dan Hamba Allah yang memperoleh ilmu khusus (Nabi Khaidir):
قَالَ
لَهُ مُوْسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عَلَمْتَ رَشَدَ.
قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِعَ مَعِيَ صَبْرًا. وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَالَمْ
تُحِطْ بِهِ خُبْرًا. قَالَسَتَجِدُنِيْ إِنْ شَاءَاللهُ صَابْرًا وَلَا أَعْصِيْ
لَكَ أَمْرً. قَالَ فَإِنِ التَّبَعْتَنِيْ فَلَا تَسْأَلْنِيْ شَيْءٍ حَتَّى
أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا. (الكحف: ٦٦-٧٠)
Artinya: “Musa berkata keapdanya, “bolehkah aku mengikutimu agar
engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu
(untuk menjadi) petunjuk?”. Dia menjawab, “sungguh, engkau tidak akan sanggup
sabar bersamaku.” Dia Musa berkata “Isnya Allah akan eangkau dapati aku orang
yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.” Dia berkata
“jika engakau mengikutiku maka janganlah engkau menayakan keapadaku tentang
sesautu apapun, sampai aku menerangkannya kepadamu.”[16](QS.
Al-Kahfi [18]: 66-70)
Dari ayat ini bisa kita pahami bahwa Hamba Allah (Nabi Khaidir) itu
menuntun Nabi musa dengan seperti ucapan saat Nabi Musa berkata bahwa engkau
insya Allah akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, laul Nabi khaidir
berkata janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun yang aku
kerjakan atau aku ucapkan sampai bila tiba waktunya nanti aku sendiri akan
menerangkannya kepadamu.[17] Jika dianalogikan dengan pengajaran guru maka
guru hendaklah menuntun dan mengarahkan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Karna jika tanpa arahan maka proses pembelajaranpun tidak akan
optimal.
C.
Sifat dan Kompetensi Guru dalam Persfektif Al-Qur’an
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki guru dalam menjalani
pekerjaannya/profesinya sebagai seorang guru dalam perspektif Al-Qur’an adalah
sebagai berikut:
1.
Guru Hendaklah Takut/Bertaqwa Kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-‘Araf ayat 26:
... وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ...
Artinya: …“Dan pakaian taqwa itulah yang lebih baik[18]…
(QS. Al-‘Araf [7]: 26)
Maksud dari taqwa disini adalah yakni amal saleh dan akhlak yang
baik; seperti mengerjakan segala
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dan inilah salah satu sifat
yang disebut dengan taqwa. Dari penjelasan ayat ini bisa dipahami bahwa guru
hedaklah selalu bertaqwa kepada Allah baik dalam keadaan dalam menghadapi
cobaan dan juga taku akan melakukan perbautan yang dialarangnya. Jika demikian
kalau seorang guru memiliki rasa takut/taqwa keapada Allah maka guru itupun
akan bekerja dengan baik.
2.
Memiliki Sifat Kasih Sayang
Maksud dari kasih sayang disini ialah, guru hendaklah menghadapi
peserta didik dengan penuh kasih dan sayang dengan tidak menggunakan
emosi/kekerasan, jika kasih sayang ini terjalin maka tentu murid akan
menyenangi gurunya dan pelajaranpun bisa dlakukan dengan baik. Sperti Firman
Allah SWT berikut ini:
الرَّحْمَنُ.
عَلَّمَ الْقُرْءَانَ. (الرحمن: ١-٢)
Artinya: “(Allah) yang maha pengasih, yang mengajarkan
Al-Qur’an.”[19](QS.
Ar-Rahmaan [55] 1-2)
Kata Ar-Rahmaan disi mengandung makna “Kelemahlembutan, kasih
sayang, dan kehalusan”[20]
jika demikian bahwa dapat dipahami Allah SWT memberikan sebuah pelajaran kepada
ummat manusia dengan hendaklah mengajar itu didasari dengan rasa kasih sayang,
dengan demikian seseorang yang berprofesi sebagai seorang guru hendaklah
mengajar dengan penuh kasih sayang, jika kasih sayang antar guru dan murid itu
terjalin maka pelajaranpun akan mudah ditrasfer oleh guru kepada peserta
didiknya.
3.
Memiliki Sifat Kuat
Allah SWT berfiran dalam Al-Qur’an Surat An-Najm ayat 5:
عَلَّمَهُ شَدِيْدُ الْقُوَى.
(النّجم: ٥)
Artinya: “Ia diajarkan kepadanya oleh yang sangat kuat”[21].
(QS. An-Najm [53]: 5)
Kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa Nabi SAW belum pernah
diajarkan oleh seorang manusiapun. Akan tetapi Ia diajarkan oleh Jibril yang
berkekuatan hebat sedangkan manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang da’if
(lemah).[22]
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kecerdasan yang kuat merupakan syarat
kepercayaan orang terhadap perkataan yang lain. Dengan demikian seorang guru
hendakah memiliki sifat yang kuat seperti: kuat ingatannya, kuat kesabarannya
dan kuat keteguhannya. Dengan demikian
materi atau ilmu yang ditrasferkan guru akan efetif dan jauh dari kata piktif.
4.
Memiliki Sifat Sabar
Mengenai Sifat Sabar,Allah SWT berfiran dalam Al-Qur’an Surat Ali
Imran ayat 105:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَكُنْتَ فَظًّاغَليظَ الْقَلْبِ
لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ
فِى الْأَمْرِ... (ال عمرن: ١٥٦)
Artinya: “maka berkat rahmat dari Allah kamu menjadi lemah
lembut kepada mereka dan sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar
tentulah mereka akan menjauhkan kamu dari bersikap keras dan berhati kasar
tentulah mereka akan menjauhkan diri dari kelilingmu, maka maafkanlah mereka
dan mintaklah ampun bagi mereka serta berundinglah dengan mereka mengenai
urusan itu”. (QS. Ali-Imran [3]: 159)[23]
Ayat diatas menjelaskan mengenai perintah Allah SWT untuk selalu
bersabar dan memaafkan orang-orang yang bersalah dengan kita, dan bahakan juga
Allah SWT menyeru untuk meminta ampun
bagi orang tersebut. Denga demikian ayat ini merupakan sebuah tuntunan akhlak
yang diseru Allah untuk selalu bersipat sabar, walaupun orang-orang berbuat
salah kepada kita. Karana orang yang sabar akan selalu berada disisi Allah SWT.
Memahami ayat ini maka tentu sebagai seroang yang bekerja mendidik
yaitu guru haruslah memliki sifat sabar dengan seperti sabar menghadapi
masalah-masalah yang dihadapi, sabar dalam bekerja dan sabar dalam menghadapi
murid-muridnya yakni guru hendaklah sabar dalam mengajar dan selalu mencoba
untuk mengajarkan dan mengarahkan peserta didik dengan sabar, jika demikian
hasil belajarpun akan tercapai.
5.
Memiki Sifat Ikhlas
Allah SWT Berfirman didalam al-Quran Surat Al-Mudatsir ayat 6:
وَلَا تَمْنُنْ
وَلَاتَسْتَكْثِرُ. (المدّثر: ٦)
Artinya: “dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh
balasan yang lebih banyak”[24].
(QS. Al-Mudatsir [74]: 6)
Dengan memahami ayat diatas dapat disimpulkan jika guru hendaklah
bekerja dengan penuh keikhlasan, walupun itu merupakan propesi/mata pencaharian
tetapi hendaklah guru mengajar dengan rasa ikhlas, sebab jika suatu kegiatan
dilandasi dengan keikhlasan maka kebaikanpun akan datang, begitupun dengan
mengajar, jika guru mengajar dengan ikhlas maka pelaajran itupun akan mudah dan
bisa dipahami oleh peserta didik.
Selanjutnya,
adapun kompetensi utama yang harus dimiliki guru ialah cerdas dan memilki akhlak
yang mulia. Seperti dijelaskanpada ayat berikut ini:
ذُوْمِرَّةٍ فَاسْتَوَى.
(النحم: ٦)
Artinya: “yang mempunyai kecerdasan akal lalu jibril menampakkan
diri dalam rupa yang asli”[25].
(QS. An-Najm [53]: 6)
Didalam ayat ini dapat dipahami bahwa saat Malaikat Jibril
menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW dengan menampakkan dirinya yang
asli dan ia juga memiliki/mempunyai kecerdasan akal, sehingga ia bisa
menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW.
Dari penjabaran ayat diatas dapat dianalogikan pada pekerjaan guru,
karana jika ingin mengajar atau mentrasfekan ilmu maka guru tersebut harus
memiliki kemampuan/guru haruslah cerdas dan berakhlak muli. Maka dari itu
kecerdasa merupakan kompetensi yang paling utam bagi orang yang bekerja sebagai
seorang guru jika guru cerdas muridpun akan aktif, namun kecerdasan itupun
harus diiringi dengan akhlak yang mulia.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan yang penulis paparkan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Porfesi
guru adalalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan,
pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menadi mata penjaharian/pekerjaan
dalam memenuhi kebuthan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti
guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan)
dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut
secarara afektif dan efesien serta berhasil guna.
2.
Hakikat
propesi/pekerjaan guru dalam perspektif Al-Qura’an adalah; 1) guru adalah
pengajar. 2). guru sebagai pembimbing/penyuluh. 3). Mengamalkan ilmunya. 4). guru
sebagai penjaga, dan 5). guru sebagai penuntun dan pemberi pengarahan.
3.
Adapun
siafat yang harus dimiliki guru dalam persfektif al-Qur’an adalah; 1).
Bertaqwa, memiliki sifat rasa selalu takut kepada Alla SWT. 2). Penyayang. 3).
Kuat dalam pendirian atau istiqamah. 4). Bersifat Sabar, dan 5). Ikhlas.
Dan adapun kompetensi yang harus dimilki guru yang paling utama adalh cerdas
dan berakhlak mulia.
B.
Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna, dan
penulis harapakan keapada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun. Adapun saran penulis bahwa sebagai seorang guru
hendaklah bekerja sesuai dengan hakikatnya seperti dijelaskan didalam Al-Quran.
Jika guru memahami hakikat pekerjaannya maka tujuan dari pembelajaranpun
tercapai, sehingga terwujudlah insan yang cerdas dan berakhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Abu
Bakar, Bahrun. 1990. Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, oleh:
Imam Jalalud-din Al-mahalliy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi.bandung: CV.
Sinar Baru Bandung.
Departemen
Agama RI. 420. Al-Quran dan Terjemahanya.Bandung: CV Penerbit
DIponegoro.
Kunandar.
2010. Guru Profesional, Jakarta: Raja Grpindo Persada.
Riwayadi
Susilo dan Anisya, Suci Nur h.Kamus Populer Ilmiah, Surabaya: Sinar
Terang.
Sitanggal,
Anshori Umar Dkk.1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi JUz XI, oleh: Ahmad
Musthafa Al-Maraghi.Semarang: PT. KArya Toha Putra Semarang.
Undang
Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Masional
YaminMartinisdan
Maisah. 2012. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan.Jakarta: Referensi.
[1] Yang dimaksud dengan
mengembangkan potensi dirinya adalah; untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
(Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
[2] Martinis Yamin dan
Maisah, Orientasi Baru Ilmu Pendidikan, Jakarta:
Referensi, 2012., hlm. 40.
[3] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya, Bandung: CV Penerbit DIponegoro.,
hlm. 420.
[4] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya., hlm. 203.
[5] Anshori Umar
Sitanggal Dkk, Terjemah Tafsir Al-Maraghi JUz XI, oleh: Ahmad Musthafa
Al-Maraghi, Semarang: PT. KArya Toha Putra Semarang., hlm. 35
[6] Susilo
Riwayadi dan Suci Nur Anisyah, Kamus Populer Ilmiah, Surabaya: Sinar
Terang., hlm. 399
[7] Kunandar, Guru
Profesional, Jakarta: Raja Grpindo Persada, 2010., hlm. 45.
[8] Undang Undang
No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[9] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 531
[10] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta:
Lentera, 2002., hlm. 496, 494.
[11] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 272.
[12] Bahrun Abu
Bakar, Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, oleh: Imam
Jalalud-din Al-mahalliy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi, bandung: CV. Sinar
Baru Bandung, 1990., hlm. 1084
[13] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 272
[14] Bahrun Abu
Bakar, Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, oleh: Imam
Jalalud-din Al-mahalliy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi., hlm. 1084
[15] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 560.
[16] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 301.
[17] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah., hlm.
100
[18] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 153.
[19] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 531
[20] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah.,
hlm. 34
[22]Anshori Umar
Sitanggal Dkk, Terjemah Tafsir Al-Maraghi JUz XI, oleh: Ahmad Musthafa
Al-Maraghi, hlm. 27. 80
[23] Departemen Agama RI, Al-Quran dan
Terjemahanya.,hlm. 71
[24] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 575
[25] Departemen
Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 526