Minggu, 10 September 2017

MMQ. Profesi Guru dalam Persfektif Al-Quran



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pendidikan dan guru adalah dua komponen yang tak bisa dipisahkan, karena guru memiliki peranan penting dalam proses pendidikan, jika tanpa guru maka pendidikan tersebut tidak akan berjalan, karena pendidikan adalah; “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya.”[1] Namun disini peranan guru tidak hanya sebagai pengajaran, tetapi arti dari pendidik itu memiliki cangkupan yang sangat luas, seperti guru adalah sebagai organisator, supervisior, evaluator, konselor dan sebagainya.
Dengan mengetahui peranan pentingnya guru diatas maka seseorang yang bekerja sebagai guru tau perofesi sebagai guru haruslah memiliki standar. Karna seorang guru/pengajar adalah “seseorang yang memberikan pengetahuan kepada orang lain dengan mempergunakan model, strategi, pendekatan, dan metode berbasis pedagogik dan andragogik.”[2] Untuk itu propesi atau pekerjaan sebagai seorang guru tidak bisa asal-asalan saja. Didalam Islam profesi sebagai guru merupakan pekerjaan amat mulia dan juga merupakan dari ibadah, maka aplikasi dan implementasi dari bekerja perlu diikat dan dilandasi oleh akhlak/etika. Untuk itu guru harus berjalan berdasarkan ajaran-ajaran syariat Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman yang bergerak dengan dinamis beriringan juga dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, secara tidak langsung telah mempengaruhi atau berdampak terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan agama Islam. Kejadiannya sekarang banyak didapati guru bekerja hanya dengan mementingkan kepentingan pribadi saja, dengan mengenyampingkan hakikat pekerjaannya sebagai seorang yang bekerja sebagai pendidik, dan juga didapati bahkan guru tidak menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya, hal ini tentu akan sangat berpengaruh dan berdampak negatif terhadap peserta didik, bagaikan kata pepatah Guru kencing berdiri, Murid kencing berlari. Hal ini tentu menjadi penomena yang riskan. Dengan melihat penomena ini maka tentu orang-orang yang bekerja sebagai seorang guru harus memahami bagaimana hakikatnya bekerja sebagai guru yang merupakan pendidik dan teladan dalam segala asfek kehidupan bagi murid-muridnya dan masyarakat.
Allah SWT berfirman didalam surat Al-Qur’an surat al-azhab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ... (الأحزاب: ٢١)
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik[3] (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Didalam ayat ini dijelaskan bahwa Rsulullah SAW itu adalah contoh teladan yang biak yakni dari semua asfek kehidupan, maka seorang guru yang merupakan orang yeng mengajar, menuntun dan orang yang diikuti oleh muridnya maka seorang guru harus menjadi teladan bagi peserta didik yang mengikuitnya sepernti halnya nabi SAW menjadi teladan bagi Ummat-Nya.
Didalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat 105 Allah SWT Berfirman:
وَقُلِ عْمَلُوْا فَسَيَرَ اللهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلَى عَلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. (التّوبة: ١٠٥)
Artinya: “Dan katakanlah: Bekerja kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang Mu’min akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lau diberikan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”[4](QS. At-Taubah [9]: 105)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa Allah SWT menyeru kepada Muhammad SAW untuk mengatakan kepada ummat-Nya untuk bekerja karena bekerja adalah sumber kebahagian, dan ditegaskan agar bekerja seusai dengan tuntunan Syariat karena nanti pekerjan itu akan diperlihatkan/diberi balasan oleh Allah SWT.[5] Denga memahami ayat diatas maka sebagai orang yang bekerja sebagai guru dibebaskan dalam berinovasi dalam mengajar namun juga harus berdasarkan tuntunan ajaran agama Islam.
Oleh sebab itu maka perlu bagi guru agar bekerja sesuai dengan hakikatnya sebagai seorang guru, seorang guru bisa mengemban amanah sebagai pendidik dengan baik, apabila ia mengerti akan berbagai teori yang menyangkut dirinya yang bekerja seagai seorang pendidik. Dalam kaitannya dalam masalah ini akan dibahas dalam Karya Ilmiah ini berbagai asumsi yang diambil dari sumber utama agama Islam yakni Al-Qura’an.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan denga yang melatar belakangi masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagi berikut:
1.      Apa pengertian Profesi Guru?
2.      Apa Hakikat Profesi/Pekerjaan Guru dalam Perspektif Islam?
3.           Apa Sipat dan Kompetensi yang harus dimiliki Guru dalam Perseptif Islam?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah: untuk meluruskan asumsi masyarakat mengenai profesi guru, dan menjelaskan Bagaimana Hakikat Propesi guru dalam persfektif Agama Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Profesi Guru
Propesi adalah” Pekerjaan (tetap); pencaharian; pekerjaan yang merupakan sumber penghidupan”[6] Menurut Webstar yang dikutip oleh Kunandar, propesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntun keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerluan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus.[7]
Sedangkan guru adalah “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajr, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik”.[8]
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa porfesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian/pekerjaan dalam memenuhi kebuthan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secarara efektif dan efesien serta berhasil guna.
B.       Hakikat Profesi Guru Dalam Persfektif Al-Qur’an
Mengenai asumsi masyarakat tetang hakikat pekerjaan propesi guru yang hanya memadang guru hanya sebagai pengajar saja namun demikian guru tidak hanya dibatasi sebagai pengajar saja, untuk itu maka perlu kita pahami bagaimana hakikat seorang yang bekerja sebagai guru dalam perspektif Al-Qur’an, adapun hakikat seorang guru adalah sebagai berikut:
1.         Sebagai Pengajar
Allah SWT Berfirman didalam Al-Quran Surat Ar-Rahman ayat 1-4:
الرَّحْمنْ. عَلَّمَ الْقُرْأَنَ. خَلَقَ الإِنْسَانَ. عَلَمَهُ الْبَيَانْ. (الرّحمن:  ١-٤)
Artinya: “(Allah) yang maha pengasih, yang telah mengajarkan Al-Qur’an, dialah yang menciptakan manusia, mengaarnya eksperesi.” [9](QS. Ar-Rahmaan [55]: 1-4)
Allah ar-Rahman yang mengajarkan Al-Quran itu Dialah yang menciptakan manusia makhluk yang paling membutuhkan tuntunan-Nya, sekaligus yang berpotensi memanfaatkan tuntunan itu dan mengajarnya ekspresi yakni kemampuan menjelaskan apa yang ada dalam benaknya, dengan cara bercakap dengan baik dan benar. Kata ((علّمَ‘allama/mengajar tidak selalu dalam bentuk mendiktekan suatu kata juga ide, tetapi dapat juga dalam arti mengasah potensi yang dimiliki peserta didik sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat melahirkan aneka pengetahuan.[10]
Dari penjelasan ayat diatas maka dapat dianalogikan bahwa guru itu adalah sebagai seorang pengajar yang mentransferkan ilmu dan mengarahkan peserta didik untuk mengasah kemampuannya. Hal ini dipahami dengan awal mulanya Allah SWT mengajarkan Nabi Adam AS akan segala nama sesuatu benda.


2.         Sebagai Pembimbing/Penyuluh
Didalam surat An-nahl ayat 43 Allah SWT berfirman:
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّارِجَالًانُّوْحِيْ~ اِلَيْهِمْ. (النّحل: ٤٣)
Artinya: “Dan Kami tidak akan mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri Wahyu kepada mereka maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.”[11](QS. An-Nahl [16]: 43)
Didalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT telah mengutus seorang laki-laki pilihan yakni para Rasulullah yang telah diberikan wahyu yakni melalui malikat Allah seperti Jibril.[12]
Dari penjabaran ayat diatas dapat dismpulakan bahwa Rasullullah diutus oleh Allah SWT sebagai pembimbing atau sebagai penyeru Amar Ma’ruf Nahi Munkar kepada ummat manusia agar mereka tidak tersesat. Dengan demikian kesimpulannya dengan hakikat pekerjaan guru adalah guru haruslah membimbing/menyuluh murid-muridnya dalam kegiatan pembelajaran, agar peserta didik bisa memperoleh imu pengetahuan  dan mampu mengembangkan potensi dirinya.
3.         Mengamalkan
Selanjutnya didalam ayat 44 surat An-Nahal Allah SWT berfirman:
بِالْبَيِّنَتِ وَالزُّبُرِ وَاَنْزَلْنَآ اِلَيْكَ الذِّكْرَلِتَبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ اِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ. ((النّحل: ٤٤)
Artinya: “dengan membawa keterangan-keterangan dan kitab-kitab dan Kami turunkan kepada mu adz-Zikr (Al-Quran) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.[13](QS. (QS. An-Nahl [16]: 44)
Penejelasan dari ayat diatas adalah bahwa Artinya Kami (Allah) utus mereka dengan membawa hujah-hujah yang jelas yakni kitab-kitab suci dan juga menurunkan Al-Quran, agar para Rasul menerangkan kepada ummat manusia dan supaya meraka memikirkan tentang hal tersebut, kemudian mereka mengambil pelajaran dan mengamalkannya.[14]
dari penjelasan ayat diatas dapat dipahami bahwa seorang yang bekerja sebagai guru hendaklah menyampaikan/mentransfer semua ilmu yang didapati dan mengamalkannya. Seperti kata pepatah “Ilmi yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah”, dengan memahami pilosofi pepatah ini maka guru hendaklah mengamalkan/memberikan semua ilmu yang ia miliki.
4.         Sebagai Penjaga
Maksud dari penjaga disini adalah seperi didalan Al-Qura’an Surat At-Tahrim ayat 6 berikut ini:
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا قُوْآ اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِكُمْ نَارً... (التّحريم: ٥)
Artinya: “Hai orang-orang yang berfirman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian daria api neraka”[15](QS. At-Tahrim [66]: 6)
Didalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT menyeru kepada orang orang yang beriman agar menjaga diri mereka, keluarga mereka dan lingkungannya dari azab api neraka, yakni menghindari perbutan-perbuatan tercela yakni perbutan yang dilarang oleh Allah SWT.
Dari penjabaran ini dapat dipahami bahwa seseorang yang bekerja sebagai guru hendaklah menjaga diri yakni dngan menjadi contoh teladan bagi peserta didik agar guru menularkanya kepada peserta didik.
5.         Sebagai Penuntun dan Pemberi Pengarahan
Didalam surat Al-Kahfi ayat 66-70 berikut ini diceritkan mengenai pertemuan Nabi Musa dan Hamba Allah yang memperoleh ilmu khusus (Nabi Khaidir):
قَالَ لَهُ مُوْسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عَلَمْتَ رَشَدَ. قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِعَ مَعِيَ صَبْرًا. وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَالَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا. قَالَسَتَجِدُنِيْ إِنْ شَاءَاللهُ صَابْرًا وَلَا أَعْصِيْ لَكَ أَمْرً. قَالَ فَإِنِ التَّبَعْتَنِيْ فَلَا تَسْأَلْنِيْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا. (الكحف: ٦٦-٧٠)
Artinya: “Musa berkata keapdanya, “bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?”. Dia menjawab, “sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku.” Dia Musa berkata “Isnya Allah akan eangkau dapati aku orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam urusan apapun.” Dia berkata “jika engakau mengikutiku maka janganlah engkau menayakan keapadaku tentang sesautu apapun, sampai aku menerangkannya kepadamu.”[16](QS. Al-Kahfi [18]: 66-70)
Dari ayat ini bisa kita pahami bahwa Hamba Allah (Nabi Khaidir) itu menuntun Nabi musa dengan seperti ucapan saat Nabi Musa berkata bahwa engkau insya Allah akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, laul Nabi khaidir berkata janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun yang aku kerjakan atau aku ucapkan sampai bila tiba waktunya nanti aku sendiri akan menerangkannya kepadamu.[17]  Jika dianalogikan dengan pengajaran guru maka guru hendaklah menuntun dan mengarahkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Karna jika tanpa arahan maka proses pembelajaranpun tidak akan optimal.
C.      Sifat dan Kompetensi Guru dalam Persfektif Al-Qur’an
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki guru dalam menjalani pekerjaannya/profesinya sebagai seorang guru dalam perspektif Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.         Guru Hendaklah Takut/Bertaqwa Kepada Allah SWT
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-‘Araf ayat 26:
... وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ...
Artinya: …“Dan pakaian taqwa itulah yang lebih baik[18](QS. Al-‘Araf [7]: 26)
Maksud dari taqwa disini adalah yakni amal saleh dan akhlak yang baik;  seperti mengerjakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Dan inilah salah satu sifat yang disebut dengan taqwa. Dari penjelasan ayat ini bisa dipahami bahwa guru hedaklah selalu bertaqwa kepada Allah baik dalam keadaan dalam menghadapi cobaan dan juga taku akan melakukan perbautan yang dialarangnya. Jika demikian kalau seorang guru memiliki rasa takut/taqwa keapada Allah maka guru itupun akan bekerja dengan baik.

2.         Memiliki Sifat Kasih Sayang
Maksud dari kasih sayang disini ialah, guru hendaklah menghadapi peserta didik dengan penuh kasih dan sayang dengan tidak menggunakan emosi/kekerasan, jika kasih sayang ini terjalin maka tentu murid akan menyenangi gurunya dan pelajaranpun bisa dlakukan dengan baik. Sperti Firman Allah SWT berikut ini:
الرَّحْمَنُ. عَلَّمَ الْقُرْءَانَ. (الرحمن: ١-٢)
Artinya: “(Allah) yang maha pengasih, yang mengajarkan Al-Qur’an.”[19](QS. Ar-Rahmaan [55] 1-2)
Kata Ar-Rahmaan disi mengandung makna “Kelemahlembutan, kasih sayang, dan kehalusan”[20] jika demikian bahwa dapat dipahami Allah SWT memberikan sebuah pelajaran kepada ummat manusia dengan hendaklah mengajar itu didasari dengan rasa kasih sayang, dengan demikian seseorang yang berprofesi sebagai seorang guru hendaklah mengajar dengan penuh kasih sayang, jika kasih sayang antar guru dan murid itu terjalin maka pelajaranpun akan mudah ditrasfer oleh guru kepada peserta didiknya.
3.         Memiliki Sifat Kuat
Allah SWT berfiran dalam Al-Qur’an Surat An-Najm ayat 5:
عَلَّمَهُ شَدِيْدُ الْقُوَى. (النّجم: ٥)
Artinya: “Ia diajarkan kepadanya oleh yang sangat kuat”[21]. (QS. An-Najm [53]: 5)
Kesimpulan dari ayat ini adalah bahwa Nabi SAW belum pernah diajarkan oleh seorang manusiapun. Akan tetapi Ia diajarkan oleh Jibril yang berkekuatan hebat sedangkan manusia itu diciptakan sebagai makhluk yang da’if (lemah).[22] Dari ayat ini dapat dipahami bahwa kecerdasan yang kuat merupakan syarat kepercayaan orang terhadap perkataan yang lain. Dengan demikian seorang guru hendakah memiliki sifat yang kuat seperti: kuat ingatannya, kuat kesabarannya dan kuat keteguhannya. Dengan  demikian materi atau ilmu yang ditrasferkan guru akan efetif dan jauh dari kata piktif.
4.         Memiliki Sifat Sabar
Mengenai Sifat Sabar,Allah SWT berfiran dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 105:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَكُنْتَ فَظًّاغَليظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْأَمْرِ... (ال عمرن: ١٥٦)
Artinya: “maka berkat rahmat dari Allah kamu menjadi lemah lembut kepada mereka dan sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan kamu dari bersikap keras dan berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan diri dari kelilingmu, maka maafkanlah mereka dan mintaklah ampun bagi mereka serta berundinglah dengan mereka mengenai urusan itu”. (QS. Ali-Imran [3]: 159)[23]
Ayat diatas menjelaskan mengenai perintah Allah SWT untuk selalu bersabar dan memaafkan orang-orang yang bersalah dengan kita, dan bahakan juga Allah SWT  menyeru untuk meminta ampun bagi orang tersebut. Denga demikian ayat ini merupakan sebuah tuntunan akhlak yang diseru Allah untuk selalu bersipat sabar, walaupun orang-orang berbuat salah kepada kita. Karana orang yang sabar akan selalu berada disisi Allah SWT.
Memahami ayat ini maka tentu sebagai seroang yang bekerja mendidik yaitu guru haruslah memliki sifat sabar dengan seperti sabar menghadapi masalah-masalah yang dihadapi, sabar dalam bekerja dan sabar dalam menghadapi murid-muridnya yakni guru hendaklah sabar dalam mengajar dan selalu mencoba untuk mengajarkan dan mengarahkan peserta didik dengan sabar, jika demikian hasil belajarpun akan tercapai.
5.         Memiki Sifat Ikhlas
Allah SWT Berfirman didalam al-Quran Surat Al-Mudatsir ayat 6:
وَلَا تَمْنُنْ وَلَاتَسْتَكْثِرُ. (المدّثر: ٦)
Artinya: “dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak”[24]. (QS. Al-Mudatsir [74]: 6)
Dengan memahami ayat diatas dapat disimpulkan jika guru hendaklah bekerja dengan penuh keikhlasan, walupun itu merupakan propesi/mata pencaharian tetapi hendaklah guru mengajar dengan rasa ikhlas, sebab jika suatu kegiatan dilandasi dengan keikhlasan maka kebaikanpun akan datang, begitupun dengan mengajar, jika guru mengajar dengan ikhlas maka pelaajran itupun akan mudah dan bisa dipahami oleh peserta didik.
Selanjutnya, adapun kompetensi utama yang harus dimiliki guru ialah cerdas dan memilki akhlak yang mulia. Seperti dijelaskanpada ayat berikut ini:

ذُوْمِرَّةٍ فَاسْتَوَى. (النحم: ٦)
Artinya: “yang mempunyai kecerdasan akal lalu jibril menampakkan diri dalam rupa yang asli”[25]. (QS. An-Najm [53]: 6)
Didalam ayat ini dapat dipahami bahwa saat Malaikat Jibril menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW dengan menampakkan dirinya yang asli dan ia juga memiliki/mempunyai kecerdasan akal, sehingga ia bisa menyampaikan wahyu kepada Rasulullah SAW.
Dari penjabaran ayat diatas dapat dianalogikan pada pekerjaan guru, karana jika ingin mengajar atau mentrasfekan ilmu maka guru tersebut harus memiliki kemampuan/guru haruslah cerdas dan berakhlak muli. Maka dari itu kecerdasa merupakan kompetensi yang paling utam bagi orang yang bekerja sebagai seorang guru jika guru cerdas muridpun akan aktif, namun kecerdasan itupun harus diiringi dengan akhlak yang mulia.












BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang penulis paparkan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.         Porfesi guru adalalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menadi mata penjaharian/pekerjaan dalam memenuhi kebuthan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secarara afektif dan efesien serta berhasil guna.
2.         Hakikat propesi/pekerjaan guru dalam perspektif Al-Qura’an adalah; 1) guru adalah pengajar. 2). guru sebagai pembimbing/penyuluh. 3). Mengamalkan ilmunya. 4). guru sebagai penjaga, dan 5). guru sebagai penuntun dan pemberi pengarahan.
3.         Adapun siafat yang harus dimiliki guru dalam persfektif al-Qur’an adalah; 1). Bertaqwa, memiliki sifat rasa selalu takut kepada Alla SWT. 2). Penyayang. 3). Kuat dalam pendirian atau istiqamah. 4). Bersifat Sabar, dan 5). Ikhlas. Dan adapun kompetensi yang harus dimilki guru yang paling utama adalh cerdas dan berakhlak mulia.

B.       Kritik dan Saran
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna, dan penulis harapakan keapada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun. Adapun saran penulis bahwa sebagai seorang guru hendaklah bekerja sesuai dengan hakikatnya seperti dijelaskan didalam Al-Quran. Jika guru memahami hakikat pekerjaannya maka tujuan dari pembelajaranpun tercapai, sehingga terwujudlah insan yang cerdas dan berakhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, Bahrun. 1990. Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, oleh: Imam Jalalud-din Al-mahalliy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi.bandung: CV. Sinar Baru Bandung.
Departemen Agama RI. 420. Al-Quran dan Terjemahanya.Bandung: CV Penerbit DIponegoro.
Kunandar. 2010. Guru Profesional, Jakarta: Raja Grpindo Persada.
Riwayadi Susilo dan Anisya, Suci Nur h.Kamus Populer Ilmiah, Surabaya: Sinar Terang.
Sitanggal, Anshori Umar Dkk.1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi JUz XI, oleh: Ahmad Musthafa Al-Maraghi.Semarang: PT. KArya Toha Putra Semarang.
Undang Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Masional
YaminMartinisdan Maisah. 2012. Orientasi Baru Ilmu Pendidikan.Jakarta: Referensi.


[1] Yang dimaksud dengan mengembangkan potensi dirinya adalah; untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
[2] Martinis Yamin dan Maisah, Orientasi Baru Ilmu Pendidikan, Jakarta: Referensi, 2012., hlm. 40.
[3] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya, Bandung: CV Penerbit DIponegoro., hlm. 420.
[4] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya., hlm. 203.
[5] Anshori Umar Sitanggal Dkk, Terjemah Tafsir Al-Maraghi JUz XI, oleh: Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Semarang: PT. KArya Toha Putra Semarang., hlm. 35
[6] Susilo Riwayadi dan Suci Nur Anisyah, Kamus Populer Ilmiah, Surabaya: Sinar Terang., hlm. 399
[7] Kunandar, Guru Profesional, Jakarta: Raja Grpindo Persada, 2010., hlm. 45.
[8] Undang Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
[9] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 531
[10]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera, 2002., hlm. 496, 494.
[11] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 272.
[12] Bahrun Abu Bakar, Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, oleh: Imam Jalalud-din Al-mahalliy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi, bandung: CV. Sinar Baru Bandung, 1990., hlm. 1084
[13] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 272
[14] Bahrun Abu Bakar, Terjemah Tafsir Jalalain berikut Asbabun Nuzul, oleh: Imam Jalalud-din Al-mahalliy dan Imam Jalalud-din As-Suyuthi., hlm. 1084
[15] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 560.
[16] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 301.
[17]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah., hlm. 100
[18] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 153.
[19] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 531
[20]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah., hlm. 34
[21] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm.  526
[22]Anshori Umar Sitanggal Dkk, Terjemah Tafsir Al-Maraghi JUz XI, oleh: Ahmad Musthafa Al-Maraghi, hlm. 27. 80
[23]  Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 71
[24] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 575
[25] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahanya.,hlm. 526